Pak Haji Abdussalam atau yang akrab disapa Babeh Dul
berkisah kepada kami tentang riwayat rumah khas betawi yang didiaminya selama
puluhan tahun yang bahkan telah berumur seabad dari umurnya , beserta dengan
sungai yang pada zaman ini banyak di pandang sebelah mata oleh masyarakat
Jakarta. Sungai itu tak lain adalah “Ciliwung”.
Disini di rumah ini, beliau berkisah tentang memory indah
dan kelam selama perjalanan hidupnya. Rumah ini Babeh Dul berkata, “Kira-kira
sudah 100 tahun sejak tahun 1911 awal mula rumah ini berdiri tak ada satu pun
yang berubah bentuknya, semuanya masih terjaga dengan baik, saya adalah
generasi ke-5 pewaris rumah antik ini”. Kalau pun ada renovasi hanya badan
rumah dikuatkan dengan beton dan ditinggikan , beliau menambahkan.
Yang unik dirumah ini adalah meskipun rumah ini telah
berusia 100 tahun, namun masih terlihat seperti baru dan terawat, ketika
ditanya mengenai hal itu babeh dul menjawab “Setiap detail dari rumah ini hanya
di cat pernis serta di plitur agar tetap terlihat mengkilap dan bersih,
selebihnya kagak diapa-apain lagi dan motifnya pun masih alami dan tetap
dipertahankan seperti pertama kali dibangun”.
“Rumah ini memang warisan turun-temurun jadi kite sebagai
pewaris mesti ngejaga baek-baek peninggalan leluhur ini”ujarnya lagi. Menurut
babeh dul ciri khas dari rumah betawi itu terletak pada jumlah jendelanya dan
berbentuk rumah panggung, ini dimaksudkan agar sirkulasi keluar masuknya udara
serta cahaya tetap terjaga, jadi bisa dipastikan bahwa setiap rumah betawi
memiliki banyak jendela.
Ada hal menarik lainya yang bisa dijumpai di rumah tua ini
yakni di depan teras terdapat kebun kecil dan tumbuh pohon kurma yang merupakan
hadiah dari orang belanda, pohon tersebut berdiri tegak kokoh sudah hampir 70
tahun lebih, padahal idealnya pohon kurma itu tumbuh di daerah gurun berpasir
yang membutuhkan aerasi dan drainase yang baik serta ia dapat toleran dengan
tanah yang memiliki senyawa alkali yang tak lain biasa tumbuh di daerah
bertemperatur 900F (32.20C) dan tidak sering terjadi hujan. Namun sangat disayangkan
pohon tersebut sangat jarang sekali berbuah.
Namun sayangnya rumah tua ini kurang mendapat perhatian dari
pemerintah. Terakhir apresiasi yang ditunjukan dari pemerintah hanya pada zaman
walikota Sabeni Effendi yaitu bantuan insidentil, selebihnya tidak ada
apresiasi lain dari pemerintah. Rumah tua ini, merupakan rumah Betawi tertua
yang tersisa di perkampungan Ciliwung.
Rumah Betawi yang terletak di Jl. Ciliwung Ujung No. 5
RT/RW: 09/16 Kel.Cililitan Kec.Kramat Jati ini juga terletak diseberang sungai
ciliwung. Dari sinilah beliau kembali berkisah mengenai Ciliwung.
Dulu,
kenangnya kondisinya enggak separah ini, sungai ini bersih airnya jernih baik
dari hulu sampai ke hilir dan banyak warga yang menggunakan untuk keperluan
sehari-hari bahkan sungai ini dulunya juga difungsikan sebagai sarana
transportasi dengan menggunakan rakit seadanya banyak warga menyebrang, kalau
jaman sekarang istilahnya getek atau
eretan, tapi sungainya dulu kagak sebau ini.
Dulu kedalaman sungai bisa mencapai satu galah atau sekitar 7
meter dengan lebar hingga 65 meter beserta dengan bantaranya, tapi sekarang 3
meter saja engga, malah kebanyakan sampah yang numpuk di dasar sungai. Ciliwung
mulai keruh semenjak tahun 80-an, ungkapnya lagi. Disekitaran sungai ciliwung
juga dulu banyak ditumbuhi pohon rambutan, duku, melinjo, dan pohon buluh juga
salak condet yang tak lain merupakan buah khas kota Jakarta/ betawi tempo
doeloe hingga kini. Namun sayang salak condet kalah saing dengan salak pondoh,
ujar babeh yang tengah berusia 76 tahun ini.
Beliau juga bercerita ketika Jakarta dulu di kepalai oleh gubernur
yang akrab disapa Bang Noli ciliwung mulai banyak mengalami perubahan. Semenjak
bang noli memprakarsai pelepasan ikan sapu-sapu yang memang bukan ikan endemic
asli di ciliwung, populasi ikan sapu-sapu semakin bertambah seiring dengan
keruhnya sungai dan itu semakin mengindikasikan betapa parahnya sudah ciliwung
tercemar beragam limbah. Kemudian banyaknya pabrik-pabrik yang berdiri serta
menyumbang beraneka limbah kimia yang berbahaya bagi sungai, sungguh
mengenaskan melihat kondisi ciliwung kini, kenang babeh sembari mengelus dada.
Sisa-sisa kejayaan, kecantikan ciliwung tak terlihat lagi kini. Anak muda pun
banyak yang kagak mau tau bagaimana masa depan ciliwung nanti.
* Bang Noli
* Fauzi Bowo
Babeh dul sangat menyesalkan ketika Bang Foke
selaku Gubernur DKI Jakarta yang kala itu datang saat acara seremonial di
ciliwung condet yang bertajuk “Suatu Hari yang Indah di Sepanjang Cliwung”
berkata, biarkan ciliwung seperti saat
ini, tinggal ditanami dan dilestarikan saja, seharusnya menurut babeh, kalau
ingin dipertahankan tetap ada perawatan dan penyuluhan dari pihak pemda bahkan
pemerintah terkait permasalahan sampah yang tak kunjung selesai di sepanjang
ciliwung.
Di akhir perbincangan babeh berharap makin banyak lagi orang
yang belajar mengenal ciliwung, menjaga dan merawat sungai yang dulu merupakan
primadona kota Batavia. Dan sembari bercanda beliau meminta kepada kami untuk
sering-sering main ke rumah ini, tapi jangan lupa bawa jinjingan ya, dengan
tawanya yang khas.
Situs anda menarik sekali dan perlu dipertahankan untuk menjaga kealamian sebuah tempat. (sekitar sungai Ciliwung). Moga generasi penerus bangsa memperhatikan hal ini. Salam dari kami. http://tourdibalis.webs.com/
BalasHapusterima kasih sudah mampir dan memberi tanggapan di blog saya :)
Hapus