Bagi Anda penggemar dongeng, khususnya dongeng yang kala kita kecil dulu
acapkali dibacakan oleh orang tua kita. Yaa.. mungkin tradisi
mendongeng saat ini tidak berlaku pada anak-anak yang terlahir di era
serba canggih dan mutakhir ini, karena posisi dongeng sudah tergeser
jauh oleh peradaban yang kian modern dan instant. Sangat miris memang
menyadarinya, padahal mendongeng merupakan bentuk apresiasi kita
terhadap sejarah budaya, banyak nilai moril yang dapat tersampaikan
melalui dongeng yang sangat mungkin dengan mudah diserap oleh
pendengarnya khususnya anak-anak. Mendongeng juga dapat mendekatkan
hubungan seorang anak kepada kedua orang tuanya juga dapat melatih daya
imajinasi anak. Namun sayangnya kini dongeng atau cerita pengantar tidur
telah tersisihkan oleh gadget, internet, game dsb.
Mungkin itu pulalah yang melatarbelakangi Kak Resha dari
Dongeng Segar bersama Klab Cekatan (Cerita Pustaka & KreAtivitas
Anak Nusantara menggelar acara mendongeng di Ciliwung pada 25 Februari
2012 lalu, acara ini bukan kali pertamanya digelar di ciliwung.
Sebelumnya acara yang sama juga di gelar hanya berbeda lokasi yaitu di
bantaran sungai ciliwung bojonggede. Ini merupakan kegiatan Roadshow
yang bertajuk “SATU BUMI KITA” ujar, Kak Resha diawal acara. Bekerjasama
dengan berbagai komunitas maka dipilihlah ciliwung condet atau tepatnya
di Komunitas Ciliwung Condet, Jalan Munggang No.6, Pangkalan Bambu
Balekambang Jakarta Timur acara ini digelar. Dengan peralatan
sekedarnya namun ditunjang dengan lokasi yang asri dan hijau membuat
acara mendongeng kala itu semakin terasa hangat dan meriah. Banyak canda
tawa riang anak-anak dari Taman Siwi (PAUD) memecah di ciliwung kala
itu.
Ternyata acara ini tak hanya diisi dengan kegiatan mendongeng
saja, tapi juga diisi dengan beragam kegiatan menarik. Diantaranya
mewarnai, bernyanyi, menari, atraksi sulap sampai games berhadiah.
Mereka sangat antusias mengikuti beragam kegiatan yang dipersiapkan
cukup matang jauh-jauh hari ini. Dan yang unik tak hanya anak-anak yang
terlihat antusias mengikuti dan menyimak dongeng yang disampaikan oleh
kak Resha bersama rekanya, bahkan ibu-ibu yang mendampingi putra-putri
mereka disana juga larut dan ikut tertawa lepas mendengar dongeng si
Otong & Iting yang memang andalan juga favorit anak-anak ketika Kak
Resha bercerita. Kisah si Otong dan Iting ini bercerita mengenai guna
dan manfaat air dan fungsi sungai sebagai sumber kehidupan. “Paling
mudahnya kita tidak membuang sampah sembarangan juga tidak menjadikan
sungai sebagai tempat sampah” pesan Kak Wildasari Hoste dari Komunitas
Trashi. Naah pada saat games pun ibu-ibu tak mau kalah dengan anak-anak
mereka,” yaa lumayanlah hadiahnya buat kenang-kenangan”, tutur salah
satu ibu yang ikut maju menjemput hadiahnya.
Acara mendongeng ini pun dihadiri beberapa media, terlihat Metro TV
dari program Wide Shot datang meliput disana, ada juga Suara Jakarta,
TNOL Portalnya Komunitas dan tentunya saya dari Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM) tak mau ketinggalan meliput kegiatan itu. Ada juga jejaring
komunitas seperti Transformasi Hijau, Young Transformers, Komunitas
Ciliwung Condet, Line Magic Community, Earth Hour dan masih banyak lagi
ikut datang mengapresiasi kegiatan ini. Diharapkan dari kegiatan
mendongeng ini anak-anak dapat kembali menikmati dunianya, yang tak
lain adalah imajinasi dan kreativitas. Dan segala pesan, edukasi juga
kehangatan antara orang tua dan anak dapat kembali terjalin agar tidak
usang seperti tumpukan buku yang dibiarkan tergeletak berdebu dan lapuk
termakan waktu.
http://www.metrotvnews.com//index_2011.php/read/newsprograms/2012/03/05/11765/695/Wide-Shot-Edisi-Senin-6-Maret-2012
Rabu, 29 Februari 2012
Selasa, 21 Februari 2012
Mulai dari Ekspedisi Zambrud Khatulistiwa sampai Aksi Amal Diver
Kalau denger kata Diver pastinya itu bahasa inggris doong
yang artinya penyelam atau orang yang menyelam ke dasar laut, nah kali ini saya memang meliput para penyelam senior yang akan berbagi pengalamanya di
dunia bawah laut yang memang wilayah jajahan mereka. Karena nama acaranya
Arisan Diver pasti pada mikir kalo para penyelam lagi kumpul dan main arisan,
ya kaan??
Sebenarnya arisan yang dimaksud disini bukan arisan dalam
arti sesungguhnya, melainkan mengandung arti berkumpul serta berbagi cerita tak
hanya mengenai dunia perselaman tapi juga pengalaman terbesar mereka
mengelilingi Indonesia yang tergabung dalam Tim Ekspedisi ZAMBRUD KHATULISTIWA.
Acara yang digelar di Taman Bacaan Masyarakat
LEARNING LOUNGE Plaza Semanggi, Lantai 3 Jl. Jendral Sudirman, Jakarta pada 12 Februari 2012 ini
benar-benar memanjakan mata para pengunjung yang datang. Karena selain berbagi
pengalaman di acara ini penyelenggara menyuguhkan video perjalanan tim Zambrud
Khatulistiwa menjelajah & merekam 100 pulau pada 40 gugus kepulauan
hampir 1 tahun.
Beberapa pengunjung bahkan merasa
takjub akan keindahan alam Indonesia terutama lautnya. Karena 70% wilayah
indonesia adalah lautan, kenapa tidak menyelam? Lets Dive! Ujar anggota
Liquid Dive Community setelah melihat video tersebut. “Tim Ekspedisi Zambrud Khatulistiwa merekam seni, budaya, sosial,
ekonomi, lingkungan dalam foto dan video baik di darat maupun underwater”,
tutur Farid Gaban salah satu personil tim Ekspedisi.
Acara ini bisa dibilang sebagai ajang gathering juga sharing
antar diver professional dengan diver pemula juga sharing antar komunitas.
Terbukti dari beberapa pengunjung hadir beberapa perwakilan dari berbagai
komunitas di Jakarta maupun daerah. Diantaranya, KeluaRumah, Yayasan Air Putih,
Transformasi Hijau, National Geographic Indonesia, Majalah SDAAI, Energy
Nusantara, dan SmanDel 86 Jakarta. “Acara ini memang terbuka untuk umum dan GRATIS”,
ungkap mba Vini selaku penyelenggara acara. Kami juga sengaja membuat acara
ini supaya komunitas diver lainnya juga bisa join disini, komunitas lainpun
juga boleh sharing di tiap kegiatan arisan diver, kami menyediakan tempat ini
bekerja sama dengan pihak plaza semanggi juga. Jadi kapanpun mau gelar acara
bisa disini, tambah Vivi.
Di acara ini juga hadir Dr. Erick Spesialis Hyperbaric,
menjelaskan efek nitrogen dalam tubuh, terlalu lama menyelam apa efeknya bagi
tubuh dan seabreg pengetahuan lainnya yang berguna bagi para calon diver
pemula. Ada juga Ibu Nunung Hasan selaku Ketua bidang wisata bahari GIPI,
beliau sangat mengapresiasi kegiatan ini agar dapat rutin diadakan. Dan sebagai
penggiat kegiatan alam bebas merangkap sebagai aktor Donny Damara ikut
meramaikan acara juga menjelaskan kegiatan amal/ donasi bagi korban angin
puting beliung di kepulauan seribu, yaitu Care to Share Seribu Diver bagi Pulau
Seribu.
Diharapkan dari kegiatan ini selain antara kami dan komunitas lain
saling berbagi pengalaman juga terselip rasa peduli pada saudara-saudari kita
yang tertimpa bencana di kepulauan seribu agar dapat meringankan beban mereka
juga “Memulihkan Taman Bermain Kita yang sedang Berduka” tutup Suwandi Ahmad.
Our Rivers, Our Life: The Friends for Rivers (Indonesia)
Berlatar di dua daerah berbeda yaitu Sumatera Utara (Medan) dan Jawa Barat (Bogor), film pendek ini mencoba mengisahkan 2 orang sahabat yang sama-sama mencintai sungai sebagai tempat tumbuh dan bermain mereka namun kini sudah banyak berubah terbawa arus industri yang dimana kini banyak pabrik dan pemukiman kumuh berjejer disepanjang sungai sehingga menyumbang banyak limbah berbahaya. Hal tersebut yang membuat dua sahabat ini saling bertukar cerita melalui surat mengenai kondisi sungai di daerah mereka masing-masing.
Banyak pesan yang bisa diambil dari film pendek yang berdurasi 10 menit 38 detik ini. Keprihatinan serta kepedulian dan kemauan untuk merubah pola pikir masyarakat inilah yang melatarbelakangi berbagai jejaring dan institusi serta LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan mendukung penggarapan film ini. Sebut saja JERAMI (Jejak Ramah Bumi), RMI (The Indonesian Institute for Forest Environment), Wind Production merealisasikan konsep Nano Suratno selaku tim Produksi dalam menyelesaikan film yang berisi banyak edukasi mengenai pentingnya sungai sebagai sumber kehidupan.
Dari film ini diharapkan masyarakat terbuka dan menyadari pemahaman mengenai menjaga kelestarian sungai dan semoga sungai di Indonesia bisa kembali bersih, terjaga juga terpelihara keseimbangan ekosistemnya baik biota airnya maupun daratnya.
Kamis, 02 Februari 2012
Rumah Betawi tertua saksi bisu masa lalu Ciliwungku
Pak Haji Abdussalam atau yang akrab disapa Babeh Dul
berkisah kepada kami tentang riwayat rumah khas betawi yang didiaminya selama
puluhan tahun yang bahkan telah berumur seabad dari umurnya , beserta dengan
sungai yang pada zaman ini banyak di pandang sebelah mata oleh masyarakat
Jakarta. Sungai itu tak lain adalah “Ciliwung”.
Disini di rumah ini, beliau berkisah tentang memory indah
dan kelam selama perjalanan hidupnya. Rumah ini Babeh Dul berkata, “Kira-kira
sudah 100 tahun sejak tahun 1911 awal mula rumah ini berdiri tak ada satu pun
yang berubah bentuknya, semuanya masih terjaga dengan baik, saya adalah
generasi ke-5 pewaris rumah antik ini”. Kalau pun ada renovasi hanya badan
rumah dikuatkan dengan beton dan ditinggikan , beliau menambahkan.
Yang unik dirumah ini adalah meskipun rumah ini telah
berusia 100 tahun, namun masih terlihat seperti baru dan terawat, ketika
ditanya mengenai hal itu babeh dul menjawab “Setiap detail dari rumah ini hanya
di cat pernis serta di plitur agar tetap terlihat mengkilap dan bersih,
selebihnya kagak diapa-apain lagi dan motifnya pun masih alami dan tetap
dipertahankan seperti pertama kali dibangun”.
“Rumah ini memang warisan turun-temurun jadi kite sebagai
pewaris mesti ngejaga baek-baek peninggalan leluhur ini”ujarnya lagi. Menurut
babeh dul ciri khas dari rumah betawi itu terletak pada jumlah jendelanya dan
berbentuk rumah panggung, ini dimaksudkan agar sirkulasi keluar masuknya udara
serta cahaya tetap terjaga, jadi bisa dipastikan bahwa setiap rumah betawi
memiliki banyak jendela.
Ada hal menarik lainya yang bisa dijumpai di rumah tua ini
yakni di depan teras terdapat kebun kecil dan tumbuh pohon kurma yang merupakan
hadiah dari orang belanda, pohon tersebut berdiri tegak kokoh sudah hampir 70
tahun lebih, padahal idealnya pohon kurma itu tumbuh di daerah gurun berpasir
yang membutuhkan aerasi dan drainase yang baik serta ia dapat toleran dengan
tanah yang memiliki senyawa alkali yang tak lain biasa tumbuh di daerah
bertemperatur 900F (32.20C) dan tidak sering terjadi hujan. Namun sangat disayangkan
pohon tersebut sangat jarang sekali berbuah.
Namun sayangnya rumah tua ini kurang mendapat perhatian dari
pemerintah. Terakhir apresiasi yang ditunjukan dari pemerintah hanya pada zaman
walikota Sabeni Effendi yaitu bantuan insidentil, selebihnya tidak ada
apresiasi lain dari pemerintah. Rumah tua ini, merupakan rumah Betawi tertua
yang tersisa di perkampungan Ciliwung.
Rumah Betawi yang terletak di Jl. Ciliwung Ujung No. 5
RT/RW: 09/16 Kel.Cililitan Kec.Kramat Jati ini juga terletak diseberang sungai
ciliwung. Dari sinilah beliau kembali berkisah mengenai Ciliwung.
Dulu,
kenangnya kondisinya enggak separah ini, sungai ini bersih airnya jernih baik
dari hulu sampai ke hilir dan banyak warga yang menggunakan untuk keperluan
sehari-hari bahkan sungai ini dulunya juga difungsikan sebagai sarana
transportasi dengan menggunakan rakit seadanya banyak warga menyebrang, kalau
jaman sekarang istilahnya getek atau
eretan, tapi sungainya dulu kagak sebau ini.
Dulu kedalaman sungai bisa mencapai satu galah atau sekitar 7
meter dengan lebar hingga 65 meter beserta dengan bantaranya, tapi sekarang 3
meter saja engga, malah kebanyakan sampah yang numpuk di dasar sungai. Ciliwung
mulai keruh semenjak tahun 80-an, ungkapnya lagi. Disekitaran sungai ciliwung
juga dulu banyak ditumbuhi pohon rambutan, duku, melinjo, dan pohon buluh juga
salak condet yang tak lain merupakan buah khas kota Jakarta/ betawi tempo
doeloe hingga kini. Namun sayang salak condet kalah saing dengan salak pondoh,
ujar babeh yang tengah berusia 76 tahun ini.
Beliau juga bercerita ketika Jakarta dulu di kepalai oleh gubernur
yang akrab disapa Bang Noli ciliwung mulai banyak mengalami perubahan. Semenjak
bang noli memprakarsai pelepasan ikan sapu-sapu yang memang bukan ikan endemic
asli di ciliwung, populasi ikan sapu-sapu semakin bertambah seiring dengan
keruhnya sungai dan itu semakin mengindikasikan betapa parahnya sudah ciliwung
tercemar beragam limbah. Kemudian banyaknya pabrik-pabrik yang berdiri serta
menyumbang beraneka limbah kimia yang berbahaya bagi sungai, sungguh
mengenaskan melihat kondisi ciliwung kini, kenang babeh sembari mengelus dada.
Sisa-sisa kejayaan, kecantikan ciliwung tak terlihat lagi kini. Anak muda pun
banyak yang kagak mau tau bagaimana masa depan ciliwung nanti.
* Bang Noli
* Fauzi Bowo
Babeh dul sangat menyesalkan ketika Bang Foke
selaku Gubernur DKI Jakarta yang kala itu datang saat acara seremonial di
ciliwung condet yang bertajuk “Suatu Hari yang Indah di Sepanjang Cliwung”
berkata, biarkan ciliwung seperti saat
ini, tinggal ditanami dan dilestarikan saja, seharusnya menurut babeh, kalau
ingin dipertahankan tetap ada perawatan dan penyuluhan dari pihak pemda bahkan
pemerintah terkait permasalahan sampah yang tak kunjung selesai di sepanjang
ciliwung.
Di akhir perbincangan babeh berharap makin banyak lagi orang
yang belajar mengenal ciliwung, menjaga dan merawat sungai yang dulu merupakan
primadona kota Batavia. Dan sembari bercanda beliau meminta kepada kami untuk
sering-sering main ke rumah ini, tapi jangan lupa bawa jinjingan ya, dengan
tawanya yang khas.
Langganan:
Postingan (Atom)