Rabu, 29 Februari 2012

Mencintai Bumi melalui Dongeng

Bagi Anda penggemar dongeng, khususnya dongeng yang kala kita kecil dulu acapkali dibacakan oleh orang tua kita. Yaa.. mungkin tradisi mendongeng saat ini tidak berlaku pada anak-anak yang terlahir di era serba canggih dan mutakhir ini, karena posisi dongeng sudah tergeser jauh oleh peradaban yang kian modern dan instant. Sangat miris memang menyadarinya, padahal mendongeng merupakan bentuk apresiasi kita terhadap sejarah budaya, banyak nilai moril yang dapat tersampaikan melalui dongeng yang sangat mungkin dengan mudah diserap oleh pendengarnya khususnya anak-anak. Mendongeng juga dapat mendekatkan hubungan seorang anak kepada kedua orang tuanya juga dapat melatih daya imajinasi anak. Namun sayangnya kini dongeng atau cerita pengantar tidur telah tersisihkan oleh gadget, internet, game dsb.



Mungkin itu pulalah yang melatarbelakangi Kak Resha dari Dongeng Segar bersama Klab Cekatan (Cerita Pustaka & KreAtivitas Anak Nusantara menggelar acara mendongeng di Ciliwung pada 25 Februari 2012 lalu, acara ini bukan kali pertamanya digelar di ciliwung. Sebelumnya acara yang sama juga di gelar hanya berbeda lokasi yaitu di bantaran sungai ciliwung bojonggede. Ini merupakan kegiatan Roadshow yang bertajuk “SATU BUMI KITA” ujar, Kak Resha diawal acara. Bekerjasama dengan berbagai komunitas maka dipilihlah ciliwung condet atau tepatnya di Komunitas Ciliwung Condet, Jalan Munggang No.6, Pangkalan Bambu Balekambang  Jakarta Timur acara ini digelar. Dengan peralatan sekedarnya namun ditunjang dengan lokasi yang asri dan hijau membuat acara mendongeng kala itu semakin terasa hangat dan meriah. Banyak canda tawa riang anak-anak dari Taman Siwi (PAUD) memecah di ciliwung kala itu.


 Ternyata acara ini tak hanya diisi dengan kegiatan mendongeng saja, tapi juga diisi dengan beragam kegiatan menarik. Diantaranya mewarnai, bernyanyi, menari, atraksi sulap sampai games berhadiah. Mereka sangat antusias mengikuti beragam kegiatan yang dipersiapkan cukup matang jauh-jauh hari ini. Dan yang unik tak hanya anak-anak yang terlihat antusias mengikuti dan menyimak dongeng yang disampaikan oleh kak Resha bersama rekanya, bahkan ibu-ibu yang mendampingi putra-putri mereka disana juga larut dan ikut tertawa lepas mendengar dongeng si Otong & Iting yang memang andalan juga favorit anak-anak ketika Kak Resha bercerita. Kisah si Otong dan Iting ini bercerita mengenai guna dan manfaat air dan fungsi sungai sebagai sumber kehidupan. “Paling mudahnya kita tidak membuang sampah sembarangan juga tidak menjadikan sungai sebagai tempat sampah” pesan Kak Wildasari Hoste dari Komunitas Trashi. Naah pada saat games pun ibu-ibu tak mau kalah dengan anak-anak mereka,” yaa lumayanlah hadiahnya buat kenang-kenangan”, tutur salah satu ibu yang ikut maju menjemput hadiahnya.

 Acara mendongeng ini pun dihadiri beberapa media, terlihat Metro TV dari program Wide Shot datang meliput disana, ada juga  Suara Jakarta, TNOL Portalnya Komunitas dan tentunya saya dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) tak mau ketinggalan meliput kegiatan itu. Ada juga jejaring komunitas seperti Transformasi Hijau, Young Transformers, Komunitas Ciliwung Condet, Line Magic Community, Earth Hour dan masih banyak lagi ikut datang mengapresiasi kegiatan ini. Diharapkan dari kegiatan mendongeng ini anak-anak dapat kembali menikmati dunianya, yang tak lain adalah imajinasi dan kreativitas. Dan segala pesan, edukasi juga kehangatan antara orang tua dan anak dapat kembali terjalin agar tidak usang seperti tumpukan buku yang dibiarkan tergeletak berdebu dan lapuk termakan waktu.

 http://www.metrotvnews.com//index_2011.php/read/newsprograms/2012/03/05/11765/695/Wide-Shot-Edisi-Senin-6-Maret-2012

Selasa, 21 Februari 2012

Mulai dari Ekspedisi Zambrud Khatulistiwa sampai Aksi Amal Diver


Kalau denger kata Diver pastinya itu bahasa inggris doong yang artinya penyelam atau orang yang menyelam ke dasar laut, nah kali ini saya memang meliput para penyelam senior yang akan berbagi pengalamanya di dunia bawah laut yang memang wilayah jajahan mereka. Karena nama acaranya Arisan Diver pasti pada mikir kalo para penyelam lagi kumpul dan main arisan, ya kaan??

Sebenarnya arisan yang dimaksud disini bukan arisan dalam arti sesungguhnya, melainkan mengandung arti berkumpul serta berbagi cerita tak hanya mengenai dunia perselaman tapi juga pengalaman terbesar mereka mengelilingi Indonesia yang tergabung dalam Tim Ekspedisi ZAMBRUD KHATULISTIWA. Acara yang digelar di Taman Bacaan Masyarakat LEARNING LOUNGE  Plaza Semanggi, Lantai 3 Jl. Jendral Sudirman, Jakarta pada 12 Februari 2012 ini benar-benar memanjakan mata para pengunjung yang datang. Karena selain berbagi pengalaman di acara ini penyelenggara menyuguhkan video perjalanan tim Zambrud Khatulistiwa menjelajah & merekam 100 pulau pada 40 gugus kepulauan hampir 1 tahun

Beberapa pengunjung bahkan merasa takjub akan keindahan alam Indonesia terutama lautnya. Karena 70% wilayah indonesia adalah lautan, kenapa tidak menyelam? Lets Dive! Ujar anggota Liquid Dive Community setelah melihat video tersebut. “Tim Ekspedisi Zambrud Khatulistiwa merekam seni, budaya, sosial, ekonomi, lingkungan dalam foto dan video baik di darat maupun underwater”, tutur Farid Gaban salah satu personil tim Ekspedisi.

Acara ini bisa dibilang sebagai ajang gathering juga sharing antar diver professional dengan diver pemula juga sharing antar komunitas. Terbukti dari beberapa pengunjung hadir beberapa perwakilan dari berbagai komunitas di Jakarta maupun daerah. Diantaranya, KeluaRumah, Yayasan Air Putih, Transformasi Hijau, National Geographic Indonesia, Majalah SDAAI, Energy Nusantara, dan SmanDel 86 Jakarta. “Acara ini memang terbuka untuk umum dan GRATIS”, ungkap mba Vini selaku penyelenggara acara. Kami juga sengaja membuat acara ini supaya komunitas diver lainnya juga bisa join disini, komunitas lainpun juga boleh sharing di tiap kegiatan arisan diver, kami menyediakan tempat ini bekerja sama dengan pihak plaza semanggi juga. Jadi kapanpun mau gelar acara bisa disini, tambah Vivi.

Di acara ini juga hadir Dr. Erick Spesialis Hyperbaric, menjelaskan efek nitrogen dalam tubuh, terlalu lama menyelam apa efeknya bagi tubuh dan seabreg pengetahuan lainnya yang berguna bagi para calon diver pemula. Ada juga Ibu Nunung Hasan selaku Ketua bidang wisata bahari GIPI, beliau sangat mengapresiasi kegiatan ini agar dapat rutin diadakan. Dan sebagai penggiat kegiatan alam bebas merangkap sebagai aktor Donny Damara ikut meramaikan acara juga menjelaskan kegiatan amal/ donasi bagi korban angin puting beliung di kepulauan seribu, yaitu Care to Share Seribu Diver bagi Pulau Seribu. 

Diharapkan dari kegiatan ini selain antara kami dan komunitas lain saling berbagi pengalaman juga terselip rasa peduli pada saudara-saudari kita yang tertimpa bencana di kepulauan seribu agar dapat meringankan beban mereka juga “Memulihkan Taman Bermain Kita yang sedang Berduka” tutup Suwandi Ahmad.


Our Rivers, Our Life: The Friends for Rivers (Indonesia)



Berlatar di dua daerah berbeda yaitu Sumatera Utara (Medan) dan Jawa Barat (Bogor), film pendek ini mencoba mengisahkan 2 orang sahabat yang sama-sama mencintai sungai sebagai tempat tumbuh dan bermain mereka namun kini sudah banyak berubah terbawa arus industri yang dimana kini banyak pabrik dan pemukiman kumuh berjejer disepanjang sungai sehingga menyumbang banyak limbah berbahaya. Hal tersebut yang membuat dua sahabat ini saling bertukar cerita melalui surat mengenai kondisi sungai di daerah mereka masing-masing.

Banyak pesan yang bisa diambil dari film pendek yang berdurasi 10 menit 38 detik ini. Keprihatinan serta kepedulian dan kemauan untuk merubah pola pikir masyarakat inilah yang melatarbelakangi berbagai jejaring dan institusi serta LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan mendukung penggarapan film ini. Sebut saja JERAMI (Jejak Ramah Bumi), RMI (The Indonesian Institute for Forest Environment), Wind Production merealisasikan konsep Nano Suratno selaku tim Produksi dalam menyelesaikan film yang berisi banyak edukasi mengenai pentingnya sungai sebagai sumber kehidupan.

Dari film ini diharapkan masyarakat terbuka dan menyadari pemahaman mengenai menjaga kelestarian sungai dan semoga sungai di Indonesia bisa kembali bersih, terjaga juga terpelihara keseimbangan ekosistemnya baik biota airnya maupun daratnya.

Kamis, 02 Februari 2012

Rumah Betawi tertua saksi bisu masa lalu Ciliwungku


Pak Haji Abdussalam atau yang akrab disapa Babeh Dul berkisah kepada kami tentang riwayat rumah khas betawi yang didiaminya selama puluhan tahun yang bahkan telah berumur seabad dari umurnya , beserta dengan sungai yang pada zaman ini banyak di pandang sebelah mata oleh masyarakat Jakarta. Sungai itu tak lain adalah “Ciliwung”.

Disini di rumah ini, beliau berkisah tentang memory indah dan kelam selama perjalanan hidupnya. Rumah ini Babeh Dul berkata, “Kira-kira sudah 100 tahun sejak tahun 1911 awal mula rumah ini berdiri tak ada satu pun yang berubah bentuknya, semuanya masih terjaga dengan baik, saya adalah generasi ke-5 pewaris rumah antik ini”. Kalau pun ada renovasi hanya badan rumah dikuatkan dengan beton dan ditinggikan , beliau menambahkan.


Yang unik dirumah ini adalah meskipun rumah ini telah berusia 100 tahun, namun masih terlihat seperti baru dan terawat, ketika ditanya mengenai hal itu babeh dul menjawab “Setiap detail dari rumah ini hanya di cat pernis serta di plitur agar tetap terlihat mengkilap dan bersih, selebihnya kagak diapa-apain lagi dan motifnya pun masih alami dan tetap dipertahankan seperti pertama kali dibangun”.

“Rumah ini memang warisan turun-temurun jadi kite sebagai pewaris mesti ngejaga baek-baek peninggalan leluhur ini”ujarnya lagi. Menurut babeh dul ciri khas dari rumah betawi itu terletak pada jumlah jendelanya dan berbentuk rumah panggung, ini dimaksudkan agar sirkulasi keluar masuknya udara serta cahaya tetap terjaga, jadi bisa dipastikan bahwa setiap rumah betawi memiliki banyak jendela.

Ada hal menarik lainya yang bisa dijumpai di rumah tua ini yakni di depan teras terdapat kebun kecil dan tumbuh pohon kurma yang merupakan hadiah dari orang belanda, pohon tersebut berdiri tegak kokoh sudah hampir 70 tahun lebih, padahal idealnya pohon kurma itu tumbuh di daerah gurun berpasir yang membutuhkan aerasi dan drainase yang baik serta ia dapat toleran dengan tanah yang memiliki senyawa alkali yang tak lain biasa tumbuh di daerah bertemperatur 900F (32.20C) dan tidak sering terjadi hujan. Namun sangat disayangkan pohon tersebut sangat jarang sekali berbuah.


 
Namun sayangnya rumah tua ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Terakhir apresiasi yang ditunjukan dari pemerintah hanya pada zaman walikota Sabeni Effendi yaitu bantuan insidentil, selebihnya tidak ada apresiasi lain dari pemerintah. Rumah tua ini, merupakan rumah Betawi tertua yang tersisa di perkampungan Ciliwung. 

Rumah Betawi yang terletak di Jl. Ciliwung Ujung No. 5 RT/RW: 09/16 Kel.Cililitan Kec.Kramat Jati ini juga terletak diseberang sungai ciliwung. Dari sinilah beliau kembali berkisah mengenai Ciliwung. 

Dulu, kenangnya kondisinya enggak separah ini, sungai ini bersih airnya jernih baik dari hulu sampai ke hilir dan banyak warga yang menggunakan untuk keperluan sehari-hari bahkan sungai ini dulunya juga difungsikan sebagai sarana transportasi dengan menggunakan rakit seadanya banyak warga menyebrang, kalau jaman sekarang  istilahnya getek atau eretan, tapi sungainya dulu kagak sebau ini.

Dulu kedalaman sungai bisa mencapai satu galah atau sekitar 7 meter dengan lebar hingga 65 meter beserta dengan bantaranya, tapi sekarang 3 meter saja engga, malah kebanyakan sampah yang numpuk di dasar sungai. Ciliwung mulai keruh semenjak tahun 80-an, ungkapnya lagi. Disekitaran sungai ciliwung juga dulu banyak ditumbuhi pohon rambutan, duku, melinjo, dan pohon buluh juga salak condet yang tak lain merupakan buah khas kota Jakarta/ betawi tempo doeloe hingga kini. Namun sayang salak condet kalah saing dengan salak pondoh, ujar babeh yang tengah berusia 76 tahun ini. 


Beliau juga bercerita  ketika Jakarta dulu di kepalai oleh gubernur yang akrab disapa Bang Noli ciliwung mulai banyak mengalami perubahan. Semenjak bang noli memprakarsai pelepasan ikan sapu-sapu yang memang bukan ikan endemic asli di ciliwung, populasi ikan sapu-sapu semakin bertambah seiring dengan keruhnya sungai dan itu semakin mengindikasikan betapa parahnya sudah ciliwung tercemar beragam limbah. Kemudian banyaknya pabrik-pabrik yang berdiri serta menyumbang beraneka limbah kimia yang berbahaya bagi sungai, sungguh mengenaskan melihat kondisi ciliwung kini, kenang babeh sembari mengelus dada. Sisa-sisa kejayaan, kecantikan ciliwung tak terlihat lagi kini. Anak muda pun banyak yang kagak mau tau bagaimana masa depan ciliwung nanti.



Menurut babeh terhitung sudah 3 gubernur yang pernah datang dan mengunjungi ciliwung condet, yaitu : * Alisadikin
                                  * Bang Noli
                                  * Fauzi Bowo


Babeh dul sangat menyesalkan ketika Bang Foke selaku Gubernur DKI Jakarta yang kala itu datang saat acara seremonial di ciliwung condet yang bertajuk “Suatu Hari yang Indah di Sepanjang Cliwung” berkata, biarkan ciliwung seperti saat ini, tinggal ditanami dan dilestarikan saja, seharusnya menurut babeh, kalau ingin dipertahankan tetap ada perawatan dan penyuluhan dari pihak pemda bahkan pemerintah terkait permasalahan sampah yang tak kunjung selesai di sepanjang ciliwung.

Di akhir perbincangan babeh berharap makin banyak lagi orang yang belajar mengenal ciliwung, menjaga dan merawat sungai yang dulu merupakan primadona kota Batavia. Dan sembari bercanda beliau meminta kepada kami untuk sering-sering main ke rumah ini, tapi jangan lupa bawa jinjingan ya, dengan tawanya yang khas.