Minggu, 10 Juli 2011

Sang Primadona yang kian diburu

Alih-alih masalah ekonomi, perburuan dan perdagangan si ekor panjang secara ilegal, kian merajalela !!!

Sarimin pergi ke pasar, duk.. dag.. dung.. dung..
Dari kejauhan irama dari tabuhan gendang dan kalimat itulah yang “acap kali” terdengar ketika kita tak sengaja melewati  kerumunan penonton yang berjejal untuk menyaksikan sebuah pertunjukan yang berkonsep ala kadarnya namun cukup mencuri perhatian banyak orang, mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua mereka larut dengan kesukacitaan yang sama kala melihat sang primadona pertunjukan tersebut melakukan atraksinya.



Ya primadona itu tak lain adalah seekor monyet ekor panjang yang memiliki nama latin Macaca fascicularis hewan tersebut memang sangat sering digunakan sebagai “actor” dari sebuah pertunjukan topeng monyet, tak jarang pula para ilmuan menggunakanya sebagai hewan percobaan dalam sebuah penelitian. Monyet jenis ini memang cukup populer. Ia sangat mudah beradaptasi dan menjadi salah satu hewan liar yang mampu mengikuti peradaban manusia. Monyet jenis ini banyak tersebar di berbagai tempat di Asia dan merupakan monyet asli Asia Tenggara. Karena kemampuan adaptasinya yang cukup bagus, monyet ekor panjang terbiasa dengan kehadiran manusia sehingga banyak dipelihara.

Di beberapa daerah di Indonesia, monyet jenis ini memiliki sebutannya masing-masing. Orang Bali menyebutnya bojog, di Jawa menyebutnya kethek atau munyuk, dan orang Sunda menyebutnya kunyuk, onces, dan ada juga yang menyebutnya monyet.

Monyet ekor panjang hidup berkelompok antara lima hingga 40-an ekor lebih. Dalam satu kelompok, biasanya terdapat dua hingga lima pejantan dengan jumlah betina dua sampai lima kali lipatnya. Salah satu monyet jantan akan menjadi pemimpin kelompok. Seekor pejantan bisa melakukan perkawinan dengan beberapa betina sekaligus.

Saat masih bayi, monyet ini ukurannya hanya sejengkal tangan orang dewasa. Setelah dewasa, panjang tubuh bisa sekitar 38 hingga 55 sentimeter, ditambah ekor sepanjang 40 sampai 65 sentimeter. Beratnya pun bisa mencapai lima sampai sembilan kilogram untuk jantan dan tiga sampai enam kilogram untuk monyet betina.

Bulu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) berwarna cokelat keabuabuan hingga cokelat kemerahan dengan wajah berwarna abu-abu kecokelatan serta jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit. Monyet ini memiliki gigi seri berbentuk sekop, gigi taring, dan geraham untuk mengunyah makanan.

Karena kemampuannya beradaptasi, primata  ini bisa hidup di beragam ekosistem, misalnya, di hutan bakau di tepi pantai, dataran rendah, hingga di pegunungan dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.
Dalam mencari makan, monyet ekor panjang selalu merubah daerah jelajahnya, tergantung pada ketersediaan makanan. Makananya daun, buah, biji, dan bunga. Selain itu juga makan serangga, telur anak burung, kepiting, udang, kerang, dll.

Belum ada Undang-undang khusus yang melindungi

Secara umum, populasi monyet ekor panjang masih dianggap aman. Di Indonesia, primata ini bahkan belum termasuk salah satu binatang yang dilindungi. Namun, menurut Ketua ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid, meski bukan hewan yang dilindungi, perburuan besarbesaran, terutama untuk ekspor, membuat pemanfaatan primata ini harus diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan. Lantaran perburuan besar-besaran yang terus terjadi, pemanfaatan M. fascicularis khususnya untuk pasar ekspor telah diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 26/Kpts-II/94 tanggal 20 Januari 1994 tentang Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Beruk (Macaca Nemestrina) dan Ikan Arwana (Scleropagus Formosus) untuk Keperluan Ekspor. Yang mana dalam peraturan ini pemanfaatan Macaca fascicularis untuk keperluan eksport harus berasal dari hasil penangkaran.

Situs resmi ProFauna Indonesia juga menyebutkan, sejak 2006, terjadi peningkatan jumlah kuota tangkap monyet ekor panjang dari berbagai wilayah Indonesia. Pada 2006, jumlahnya 2.000 ekor, pada 2007 meningkat menjadi 4.100 ekor, dan 2008 diusulkan naik lagi menjadi 5.100 ekor. Angka tersebut terus diusulkan bertambah. Monyet-monyet tersebut digunakan untuk pengganti induk tangkar, penelitian, dan biomedis.

Peningkatan kuota tangkap monyet tersebut tidak mempunyai dasar ilmiah kuat yang menjamin kelestarian monyet di alam. Memang di beberapa tempat populasi monyet ekor cukup tinggi, tetapi di banyak daerah di Indonesia monyet ekor panjang mulai menghilang.

Menghilangnya populasi monyet ini disebabkan oleh degradasi habitat yang luar biasa. Di antaranya konversi hutan menjadi lahan pertanian, pertambangan, dan illegal logging bahkan perumahan. Ini membuat jenis primata ini kian terdesak keberadaannya.

Meskipun bukan satwa yang dilindungi dan populasinya masih banyak bahkan dibeberapa kawasan lindung pernah diberitakan kelebihan populasi monyet jenis ini dan di beberapa daerah kerap menjadi hama para petani, namun bukan berarti keberadaan satwa ini aman.

Justru karena lantaran tidak termasuk satwa yang dilindungi monyet jenis ini paling rentan terhadap ekspoitasi baik diburu, diperdagangkan, dan dijadikan objek tontonan. Ditambah dengan tingkat deforestasi yang terjadi dan penyempitan luas hutan di Indonesia, bukan tidak mungkin Monyet Ekor Panjang akan ikut terancam. Yang jelas, fakta penangkapan dan perdagangan monyet itu sarat dengan kekejaman.
Karenanya, ProFauna terus melakukan kampanye untuk menyosialisasikan agar penangkapan monyet ekor panjang di alam segera dihentikan. Jika untuk kepentingan penelitian, seharusnya monyet tersebut adalah hasil penangkaran, bukan hasil tangkapan dari alam, ungkap Rosek.

Peningkatan kuota tangkap monyet ekor panjang dari tahun ke tahun juga menunjukkan kegagalan penangkaran monyet di Indonesia. Karena itu, Pro Fauna me nilai, Departemen Kehutanan perlu mengevaluasi usaha penangkaran monyet ini.

ProFauna menganggap tak ada alasan kuat untuk menambah kuota tangkap monyet. Kuota tangkap yang ada saat ini dinilai sudah terlalu besar. Moratorium penangkapan monyet di alam perlu dipertimbangkan jika melihat laju rusak nya habitat yang begitu besar dan tingginya perdagangan monyet.

(Sumber : Wikipedia, Alamendah’s blog, Merbabu.com, Republika Online)

Jumat, 01 Juli 2011

Full Surprise di Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung 2011



Awal Juni yang lalu aku untuk pertama kalinya beserta kakak2 perwakilan dari Transformasi Hijau berkumpul di sebuah tempat yang sangat familiar ketika di dengar karena reputasinya namun sangat terasa asing dan janggal untuk dikunjungi. Kami diundang oleh Komunitas Ciliwung Condet untuk mengikuti sebuah event yang menurut aku dan kakak2 TRASHI cukup aneh namun unik karena aku dan teman2 yang lainya diundang untuk menghadiri dan berpartisipasi dalam acara "Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung 2011", WaOOw kebayang doonk selintas pasti kalian berpikir kita akan berwisata  di sungai ciliwung yang kotor, bau, penuh dengan sampah, enggak terawat, dsb. Hmmm... pasti kebanyakan dari kalian ogah banget kan????

Namun dikarenakan aku dan kakak2 TRASHI dan juga teman2 dari komunitas lainya penasaran dan sebelum hari H pun beberapa dari teman2 komunitas telah datang dan juga merapatkan kegiatan yang akan berlangsung pada 5 Juni 2011 lalu, maka kami pun dengan senang hati menyambut undangan yang mereka sebar melalui jejaring sosial itu, Lokasi tempat berlangsungnya kegiatan Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung tersebut ternyata cukup strategis walau jauh sebelum kegiatan tersebut berlangsung aku menyempatkan diri untuk melakukan survei, namun karena aku tidak mengikuti petunjuk yang mereka berikan alhasil aku nyasar deh, hihihii ;p

But no problemo lah, buktinya pas hari H'nya aku sampai juga di tempat tujuan yaitu di Komunitas Ciliwung Condet Base Camp na Bang Kodir dkk, yang terletak di Komunitas Ciliwung Condet Balekambang, Pangkalan Bambu, Condet Jakarta Timur. Sesampainya aku disana ternyata kondisi dimana acara peresmian itu berlangsung diluar dugaanku, ternyata kondisinya sangatlah asri, banyak ditumbuhi pepohonan, seperti pohon salak dll, lingkungannya pun terlihat cukup bersih dan udaranya segar dan disana aku melihat sudah banyak komunitas yang datang diantaranya yaitu teman2 dari Trem Kota padahal mereka aku yang undang namun mereka justru sampai lebih dahulu dari pada aku hehe.. aku jadi malu dan gak enak sama mereka. Maaf ya teman2 Trem ;p

Beranjak dari meja registrasi aku menuruni anak tangga yang sepertinya aku pikir terbentuk alami oleh alam namun entahlah aku gak sempat bertanya, Lanjut setelah sampai dibawah aku semakin takjub karena dibawah sudah banyak sekali yang datang. Ternyata berbagai Komunitas Hijau sudah datang lebih awal dari aku disana. Diantaranya adalah, Pihak penyelenggara sendiri yaitu Komunitas Ciliwung Condet, Komunitas Ciliwung di seluruh Jakarta dan Bogor, Trem Kota, Teens Go Green, Transformasi Hijau, Green Camp, Rumah Pohon Activity, Rumah Baca Zhaffa, Lantan Bentala, Dongeng Kanvas, dll. Dan teman2 dari berbagai media pun ikut meliput disana diantaranya adalah Green Radio, DAAI TV, LintasCafe.com, KBR 68, dan masih banyak lagi.

Selama berlangsungnya acara Launching tersebut diisi oleh berbagai kegiatan yang edukatif dan tentunya sangat menarik, mulai dari Face Painting yang digawangi oleh teman2 dari Teens Go Green, kemudian ada Workshop daur ulang majalah bekas menjadi aneka gantungan kunci yang imut, susur sungai yang dilakukan oleh Komunitas Green Camp dan didokumentasikan oleh mahasiswa dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), lalu juga ada Dongeng dari Kakak2 Dongeng Kanvas dan Dongeng Segar Rumah Baca Zhaffa, dan yang tak kalah serunya lagi adalah Berfoto Komitmen usai melakukan Face Painting semuanya disambut suka cita oleh adik2 kecil yang kebetulan datang kesana dan lama- kelamaan bertambah ramai oleh gelak- tawa mereka, mereka pun tak sungkan- sungkan mengikuti berbagai kegiatan yang digelar disana, aku saja sampai kelimpungan memfoto, ikut mencorat- coret muka mereka, dan membantu menggunting beberapa majalah bekas untuk dibuat sesuatu yang unik tapi sayangnya tak sempat terselesaikan karena tanpa diduga Ibu Tatiek Fauzi Bowo yang tak lain adalah istri dari Bapak Gubernur kita yaitu Fauzi Bowo datang dan ikut meresmikan acara Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung tersebut, dan tentunya aku tak mau kehilangan moment berharga doong untuk mendokumentasikan kedatangan beliau serta apa saja yang beliau lakukan disana.

 Ternyata beliau datang kesana dalam rangka mencanangkan GEMASH (Gerakan Masyarakat Peduli Sampah) yang mempunyai misi mejadikan sungai di jakarta lebih bersih, hijau dan asri. Disana beliau juga menanam bibit pohon salak dan ikut meresmikan Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung 2011 di bantaran sungai tersebut.
Dan diakhir acara kami diajak makan bersama oleh Abang Jendral Sudirman Asun yang sebelumnya juga telah mengundang aku untuk datang ke acara launching tersebut. Kami disuguhi beraneka makanan khas betawi yang sudah jarang kami cicipi, diantaranya ada nasi tumpeng, dodol, geplak, asinan salak condet yang tak lain adalah maskot dari kota jakarta yang dan beraneka kuliner lain, tadinya sih aku mau bawa pulang tapi karena aku hanya membawa tas kecil jadi ku urungkan saja niatku itu ;p

Dan setelah pamitan untuk pulang kami pun diberikan cinderamata berupa bibit pohon mangga dan alpukat, dan lagi- lagi karena tasku tak memungkinkan jadi beberapa teman2 dari Teens Go Green yang membawa pulang. Hari itu benar2 penuh kejutan untukku, banyak pelajaran pula yang aku dapat disana, dan satu hal yang bisa aku ambil dari kegiatan Launching tersebut adalah "Jangan pernah takut untuk bermimpi, karena dari mimpi itulah semuanya akan terwujud menjadi sesuatu yang nyata" jadi, sukses ya buat mimpi besarmu teman2 dari Komunitas Ciliwung mari bersama wujudkan semuanya menjadi kenyataan dan mari jadikan Ciliwung kita bersama menjadi sungai yang bersih, indah, terawat dan siapa tau bisa menyaingi keindahan wisata gondola di venesia ya gak hohoho :) (Bismillah semoga menjadi nyata ya Allah ^_^b)

Berikut ini adalah foto2nya :